Skip to main content

MAKALAH: PRO DAN KONTRA PERJANJIAN ASURANSI SYARIAH


MAKALAH

PRO DAN KONTRA PERJANJIAN ASURANSI SYARIAH

KELOMPOK V
Oleh :

Gusvi Rossa



Dosen Pembimbing :
Jalaluddin, M.A



JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY DARUSSALAM BANDA ACEH
2017-2018
 BAB I
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
          Asuransi pada dasarnya merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang anggota dari perkumpulan tersebut, maka kerugian itu akan ditanggung bersama. Dalam setiap kehidupan manusia senantiasa menghadapi kemungkinan terjadinya suatu malapetaka, musibah dan bencana yang dapat melenyapkan dirinya atau berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaannya yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, ataupun lanjut usia. KehilangAn fungsi dari pada suatu benda, seperti kecelakaan, kehilangan akan barang dan juga kebakaran.
          Masyarakat muslim sekarang sangat memerlukan asuransi untuk melindungi harta dan keluarga mereka dari akibat musibah. Usaha yang sudah maju dan menguntungkan mungkin bisa bangkrut dalam seketika ketika kebakaran melanda tempat usahanya. Keluarga yang terlantar ditinggal pemberi nafkah, dan usaha yang bangkrut karena kebakaran sebenarnya tidak perlu terjadi kalau saja ada perlindungan dari asuransi. Asuransi memang tidak bisa mencegah musibah, tapi setidaknya bisa menanggulangi akibat keuangan yang terjadi.
Oleh sebab itu penulis membahas tentang ASURANSI DALAM ISLAM untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang asuransi dalam Islam.
 Rumusan Masalah
Bagaimana Pro dan Kontra Perjanjian Asuransi Syariah?
Bagaimana Status Perjanjian Asuransi Modern Menurut Hukum Islam?
Bagaimana Maksud Asuransi Bersama?
Tujuan Masalah
Untuk Mengetahui Bagaimana Pro dan Kontra Perjanjian Asuransi Syariah
Untuk Mengetahui Bagaimana Status Perjanjian Asuransi Modern Menurut Hukum Islam
Untuk Mengetahui Bagaimana Maksud Asuransi Bersama

BAB II
PEMBAHASAN

Pro dan Kontra Terhadap Perjanjian Asuransi
Penentangan
Perjanjian asuransi modern telah ditentang oleh ulama atau cendikiawan Islam dengan beberapa alasan. Pada umumnya alasan penentangan para ulama itu adalah;
Asuransi adalah perjanjian pertaruhan
Asuransi merupakan perjanjian semata-mata
Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti
Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk meremehkan iradah Allah
Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tetap karena tertangung tidak akan mengetahui berapa kali bayaran angsuran yang dapat dilakukan olehnya sampai ia mati.
Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang telah dibayar oleh tertanggung dalam bentuk jaminan berbunga. Dalam asuransi jiwa, apabila tertanggung mati, dia akan mendapat bayaran lebih dari jumlah uang yang telah dibayarnya. Ini adalah riba.
Bahwa semua perniagaan suransi berdasarkan riba dilarang dalam Islam.
Oleh karena itu, para ulama menentang keras terhadap asuransi. Mereka menetapkan perjanjian asuransi bertentangan dengan kemurnian hukum Islam karena berbahaya, tidak adil, dan tidak pasti.

Dukungan Terhadap Asuransi
Sedangkan golongan modern tetap mempertahankan asuransi. Alasan-alasannya adalah;
Asuransi bukan merupakan perjudian dan bukan juga pertaruhan karena asuransi berdasarkan konsep kepentingan bersama dan saling bekerja sama, sedangkan perjudian adalah permainan yang bergantung pada nasib.
Ketidakpastian dalam perniagaan dilarang oleh Islam karena perbuatan itu dapat menimbulkan perselisihan. Namun dapat dikatakan bahwa asuransi adalah sesuatu yang pasti, lebih-lebih lagi apabila disertai dengan ganti rugi yang telah ditentukan.
Asuransi jiwa bukanlah satu rancangan untuk mengatasi kekuasaan Tuhan karena pihak asuransi tidak menentukan bahwa sesuatu perkara yang belum terjadi itu pasti akan terjadi, tetapi ia hanya membayar ganti rugi kepada tertanggung yang menghadapi kemalangan atau kerugian tertentu.
Kekaburan pengetahuan terhadap pembayaran angsuran dalam asuransi jiwa sedikit pun tidak menimbulkan prasangka pada pihak mana pun karena jumlah untuk setiap kali pembayaran angsuran dan jumlah setelah kesema bayaran diselesaikan akan diberitahukan.
Penentangan terhadap riba dalam asuransi jiwa dianggap kecil saja karena pihak tertanggung dapat memilih untuk menolak pembayaran ganti rugi yang lebih dari pembayaran angsurannya.

 Pendapat Lain
Hujah-hujah yang dikemukakan diatas tadi adalah pertentangan pendapat antara dua aliran pemikiran. Ibnu Abidin pengarang buku Radd al-Mukhtar telah menyelesaikan masalah ini dengan caranya sendiri. Di bawah judul mutamin, yaitu orang yang dilindungi hanya satu bab dalam buku tersebut, dia menjelaskan apabila pedagang-pedagang asing memasuki Dar al Islam atau kawasan muslimin dengan jaminan aman berarti ada jaminan keselamatan untuk urusan niaga mereka dilakukan secara asuransi. Perlindungan yang diberikan kepada mereka menyebabkan tidak ada muslim yang dapat memperlakukan mereka menurut sesuka hatinya dan ada muslim yang dibolehkan untuk membuat perjanjian dengan mereka, seandainya perjanjian itu tidak diperbolehkan antara dirinya dengan muslim yang lain. Dia juga tidak dapat menuntut sesutau yang diharamkan dalam Islam dari mereka.
Selanjutnya, Ibnu Abidin menerangkan bahwa pedagang-pedagang muslim menyewa sebuah kapal kepunyaan harbi, (seseorang penduduk negara bukan Islam), pedagang-pedagang Muslim itu hendak membayar harga sewaan kapal kepadanya dan membayar uang untuk tujuan asuransi kepada seorang harbi yang lain (penengung asuransi), dengan syarat, sebagai imbalannya, dia yang akan membayar ganti rugi untuk kerusakan yang mungkin terjadi pada barang-barang dagangan mereka yang dimuat dikapal tersebut. Agen pihak penanggung asuransi itu tinggal di kawasan mereka (yaitu didalam negeri Islam) sebagai orang yang dilindungi (mustamin), untuk menerima bayaran asuransi dan membayar ganti rugi jika terjadi kersakan. Urusan niaga seperti ini dilarang oleh Islam dengan alasan urusan itu terjadi dalam negeri Islam yang menerapkam hukum Islam serta melarang perkara ini, lebih-lebih dalam Islam, seseoarang Muslim tidak membenarkan menerima bayaran dari orang yang dilindungi (mustamin) jika pembayaran itu bukan menjadi kewajiban.
Ibnu Abidin membantah urusan niaga seperti yang diatas tadi karena pemegang amanah dibayar berupa deposito kemudian dia dibebankan tanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi. Adalah tidak patut dia yang juga menjadi penanggung jawab asuransi dibebani dengan tanggung jawab ini karena barang-barang muatan yang diasuransikan itu bukan berada dalam kapal kepunyaannya, tetapi kepunyaan yang lain. Sebaliknya pula pemilik kapal itu penanggung asuransi atau pemegang amanah yang menerima pembayaran, dia tidak seharusnya bertanggung jawab untuk memberi perlindungan terhadap kematian, karam, dan sebagainya. Menurut dia penanggung jawab asuransi itumelainkan seandainya dia didapati bersalah karena melakukan penipuan. Untuk menjelaskan masalah ini lagi, beliau membuat satu contoh yaitu seorang berkata kepada seorang yang lain: Berlayarlah dengan cara ini niscaya anda akan selamat.
Dalam hal ini, orang yang berkata begitu tidak dapat dibebbani tanggung jawab seandainya harta kedua hilang. Tetapi berbeda pulakeadaannya jika orang yang berkata itu telahmengetahui nan itu menempuh berbagai bahaya, maka dia nertanggung jawab untuk membayar harta kerugian karena dalam hal ini dia sengaja membuat penipuan. Terkhir, dia berpendapat bahwa jika satu perjanjian asuransi dilakukan diantara dua orang yang bekerja sama dalam perniagaan antara seorang Muslim dan bukan Muslim; perjanjian asuransi itu silakukan dikediaman Muslim, di negara Islam, dan perusahaan asuransi itu juga menjalankan perniagaanya di negara bukan Islam, kemudian polis asuransi itu dikirimkan kepada rekan kongsi yang muslim, dia diperbolehkan untuk menerimanya. Jika perjanjian asuransi dibuat di negeri rekan kerja sama yang bukan Muslim itu tidak dilarang dan orang yang membayat uang polis telah membayarnya dengan rela tanpa bantahan, dalam hal ini, pembayaran kepada reka nkerja sama yang Muslim itu tidak dilarang, tetapi jika terjadi sebaliknya adakah dilarang yaitu jika perjanjian itu dilarang dilakukan dinegeri Islam, walaupun uang itu dibayar di Dar al Harb.
Pada masa Syekh Muhammad Bakhit al-MutiyI menjadi mufti Mesir, pada zaman pemerintahan kerajaan Usmaniyah,  dia ditanya tentang masalah-masalah yang sama, dan pendapat dia hamper sama seperti yang diatas juga. Kandungan surat jawabannya telah dicetak dan diterbitkan oleh Nile Press di Mesir pada tahun 1324 Hijriah (1906 M). menurut pendapatnya, jaminan atas harta dapat terjadi dalam dua cara yaitu apakah  kasus Kafalat (serahan amanah) atau kasus kerusakan harta. Syarat-syarat kafalat tidak dapat digunakan dalam perjanjian asuransi karena kerusakan harta yang diasuransikan itu bukan karena perusahaan asuransi. Tidak ada alasan untuk membebani perusahaan itu dengan tanggungan atas harta yang diasuransikan itu musnah, lebih-lebih lagi dalam hukum islam alasan untuk mempertanggungjawabkan sembarang tanggungan atas seseorang atau pihak mana pun perlu dijelaskan.
Kemudian, dengan merujuk hujah-hujah yang dikemukakan oleh Ibnu Abidin, dia berpendapat bahwa perjanjian asuransi tersebut tidak sah karena perusahaan asuransi atau penanggung asuransi asing menanggung sesuatu yang tidak ada kaitan dengannya. Dalam rumusannya beliau menegaskan bahwa seandainya penanggung asuransi membayar ganti rugi di Dar al Harb bukannya di dar al Islam orang islam diperbolehkan menerimanya, karena penerimaan harta kepunyaan harbi di Dar Al Harb yang disetujui oleh harbi itu sendiri tanpa bantahan, tidak bertentangan dengan hukum islam, tetapi dalam keadaan selain ini tetap haram.

Sebuah buletin ekonomi di Mesir, bernama Al Ahram (Majallat al Ahram al Iqtisadi) edisi No. 132, 15 februari 1963 telah menyusun jawaban para fuqaha terhadap persoalan-persoalan yang diajukan kepada mereka tentang asuransi dan pasar modal. Pendapat-pendapat mereka adalah sebagai berikut :
Syekh Muhammad al-Madni, Ketua Yayasan Universitas Al-Azhar
Masalah yang berhubungan dengan asuransi jiwa, pasar modal, dan perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan bank tidak sepantasnya diserahkan kepada perseorangan saja untuk menetapkan hukum atasnya. Tetapi yang sebaik-baiknya hendaklah diserahkan kepada pakar-pakar dan cendekiawan yang terdiri dari para ulama dan ahli ekonomi yang diundang khusus untuk mengkaji masalah ini sedalam-dalamnya dan kemudian mengumumkan keputusan yang disepakati. Inilah satu-satunya cara untuk mengubah keputusan ijma atau persetujuan ulama yang mengharamkan urusan niaga ini. Jika tidak, pegangan umat islam dalam hal ini akan terus terbagi dua, apakah mereka berpegang kepada pendapat yang masyhur yakni urusan ini adalah haram, atau mereka akan menuruti nafsu untuk memilih yang mudah dan progresif lalu menyatakan urusan ini adalah halal.

Syekh Muhammad Abu Zahrah
Walaupun asuransi kendaraan adalah haram, namun asuransi kendaraan untuk biaya memperbaiki kerusakannya tidak haram, tetapi asuransi jiwa merupakan satu perjudian karena tidak wajar untuk seseorang membayar sebagian saja dari jumlah pembayaran yang sebenarnya untuk menyesuaikan jumlah semua uang yang seandainya dia mati; atau mengambil kembali semua uang yang telah dibayarkan beserta bunganya seandainya dia masih hidup setelah jatuh tempo asuransinya. Ini adalah riba.

Syekh Ahmad al-Syarbani, Ketua Persatuan Pemuda Islam (al-Raid al Aam I-Jamiyat al-Syubban al-Muslemin)
Sistem asuransi adalah haram seandainya sistem itu berdasarkan riba, sedangkan tidak diragukan lagi dalam asuransi terdapat unsur ketidakpastian dan keraguan yang biasanya akan mengakibatkan kehilangan uang pertaruhan pada pihak tertanggung tetapi dianggap sebagai uang perolehan untuk pihak perusahaan asuransi. Seandainya sistem riba ini tidak dapat dihapuskan  segera, mungkin sistem ini akan dianggap sebagai suatu keperluan darurat yang dapat dipraktekkan pada masa kini, sedangkan kita berupaya untuk menghapuskannya.

Muhammad Yusuf Musa
Asuransi, dalam apapun bentuknya merupakan satu contoh kerja sama dan pertolongan untuk masyarakat. Asuransi jiwa memberi faedah kepada pihak tertanggung sebagaimana ia juga memberi faedah kepada perusahaan asuransi. Tidak ada salahnya asuransi di sisi hukum islam seandainya ia bebas dari riba, yaitu pihak tertanggung mengambil kembali uang yang telah dibayarnya saja tanpa pertambahan apa pun seandainya dia masih hidup setelah jatuh tempo asuransinya; dan seandainya dia mati, pewaris-pewarisnya akan menerima ganti kerugiannya. Cara ini diperbolehkan dalam hukum islam.

Nadwah al-Ulama, Lucknow (India)
Nadwah al-Ulama ini telah membentuk suatu panitia untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan masyarakat modern kini. Berikut ini dipaparkan beberapa pendapat para ulama tersebut mengenai asuransi :

Mahdi Hasan, Mufti di Deoband, Sharanpur, India
asuransi adalah riba. Kenyataan ini berdasarkan bahwa tidak ada keadilan antara kedua belah pihak, sedangkan keadilan itu sanagt dituntut.
asuransi adalah perjudian karena kepastian hak milik bergantung kepada musibah yang terjadi.
asuransi adalah suatu bentuk bantuan yang bertentangan dengan agama yaitu berdosa karena sekalipun perusahaan-perusahaan asuransi diambil alih oleh pemerintah, namun hal itu masih menjalankan urusan niaga secara riba. Kini, perlulah ditentukan apakah premi yang dibayar kepada perusahaan asuransi itu berbentuk pinjaman atau penyerahan amanah atau sebagai uang yang dipinjamkan itu adalah riba, dan ini dilarang dalam islam.
dalam asuransi jiwa, terdapat juga unsur penyuapan karena ganti rugi yang diberikan melalui asuransi ini merupakan pembayaran untuk sesuatu yang tidak dapat dinilai, dan telah jelas bahwa riba, perjudian, dan penyuapan adalah haram dalam islam.
Selanjutnya, seandainya uang angsuran yang dibayar oleh tertanggung itu dikatakan sebagai pinjaman atau penyerahan amanah maka penyitaan yang dialkukan oleh pihak asuransi adalah bertentangan dengan perjanjian-perjanjian pinjaman, penyerahan amanah, dan kerja sama perniagaan. Terdapat juga perbedaan yang nyata antara uang yang dibayarkan kepada bank atau perusahaan lain dan uang yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi. Pihak bank tidak menyita jumlah uang yang telah dibayar tetapi perusahaan asuransi akan menyitanya jika pembayaran asuransi yang selanjutnya tidak dijelaskan. Inilah alasan yang menyebabkan asuransi itu diharamkan dalam islam.

Syed Uruj Ahmad Qadri, Editor Zindagi, Rampur, India
Asuransi adalah gabungan riba, perjudian, dan penipuan (gharar). Asuransi bertentangan dengan hukum islam dari segi perwarisan harta. Apa saja yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan asuransi kepada para pemegang polis, apakah pemberiannya itu dinamakan bonus atau dividen, sebenarnya semua itu tidak lain dari riba yang dilarang seperti yang terdapat dalam Al-Quran.
Dalam penetapan bahwa perusahaan asuransi membayar kepada tertanggung menurut jumlah yang telah disetujui oleh kedua belah pihak apabila tertanggung mati, atau harta yang diasuransikan musnah sebelum semua pembayaran angsuran dilakukan, adalah termasuk pengertian perjudian. Hanya dengan menawarkan bayaran ganti rugi sebagai umpan, perusahaan-perusahaan asuransi dapat memenangkan premi dan melakukan pertambahan secara riba melalui urusan niaganya, tetapi kemudian menganggap mereka menjalankan tugas perbankan, tetapi tidak juga seperti bank karena mereka akan menyita premi yang telah dibayar oleh pemegang polis yang tidak mampu membayar kewajibannya lagi.

Mahmud Ali, Mufti di Jami al-Ulum (Universitas Islam), Cawpur, India
Bukanlah dinamakan asuransi kalau tanpa perjudian dan riba. Keduanya dialarang dalam islam. Hukumnya terbit dari ayat Al-Quran yang jelas menyebut tentang larangannya, bukan melalui hasil ijtihad. Walaupun dalam keandaan tertentu, riba diizinkan di  Dar al Harb tetapi tidak berarti ini satu kenyataan umum karena ketua-ketua fuqaha di india menegaskan bahwa asuransi tetap haram sekalipun di Dar al Harb.

Muzaffar Husain Mazaheri, Mazhar al-Ulum (Universitas Islam), Saharanpur, India
Asuransi adalah perniagaan yang berdasarkan riba dan perjudian. Premi yang dibayarkan adalah pinjaman untuk perusahaan asuransi, sedangkan Rasulullah saw. Pernah menyatakan bahwa pinjaman dengan pengembalian yang menguntungkan adalah haram. Tentang izin riba di Dar al Harb, lebih baik ini dihindari karena mayoritas ulama tetap menghukumkannya haram.

Muhammad Yahya Qasmi, Mufti Bihar dan Orissa, India
Pendapat beliau dikhususkan untuk negara India yang dianggapnya sebagai Dar al Harb. Perkataan Dar al Harb berarti negara musuh. Oleh karena itu, dengan berpedoman kepada hukum berperang dengan negara bukan islam, dan setelah lama berbicara, beliau lalu membuat rumusan bahwa harta orang kafir (harbi) adalah halal untuk muslim jika dia mengambilnya dengan izin dan tanpa bantahan apa pun dari harbi tersebut.

Muhammad zafiruddin, dar al-Ulum (Universitas islam), Doeband, India
Setelah beliau mempertimbangkan perkara-perkara yang pro dan kontra dalam masalah ini lalu beliau merumuskan bahwa uang yang dibayar oleh perusahaan asuransi kepada tertanggung dengan istilah bonus tidak lain hanyalah riba. Premi merupakan pinjaman yang diberikan oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi dan dia tidak dapat mengambil keuntungan daripadanya. Dalam urusan ini, pertukaran mal (harta)terjadi, kelebihan atau pertambahan tanpa timbal balik adalah riba.
Larangan riba berdasarkan pada ayat A-Quraan yang jelas mengenainya tidak ada ruang ijtihad untuknya. Ketiga jenis asuransi, yaitu asuransi jiwa, asuransi harta, asuransi kerugian, termasuk dalam larangan ini, bukan hanya karena hal itu mempunyai unsur riba tetapi juga perjudian. Dengan demikian, tidak mungkin untuk menyatakan asuransi-asuransi ini halal.

Abdussalam Nadwi, Universitas Nagar, New delhi, India
Mengingat kerusuhan sering terjadi di India, dia berpendapat bahwa adalah sepantasnya jiwa dan harta diasuransikan. Ini dapat menyelamatkan orang islam dari mengahadapi masalah keuangan setelah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Menurutnya, riba bukan menjadi tujuan utama asuransi karena riba adalah satu kezaliman dalam sistem keuangan yang ada pada masa kini dan sukar dihindarkan. Uang riba ini dapat diterima dan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan kebajikan tetapi bukan untuk dimiliki oleh orang yang menerimanya.

Muhammad syafii, Mufti di Dar al-Ulum (Universitas Islam), Karachi, Pakistan
Bonus yang diberikan oleh perusahaan asuransi tidak lain hanyalah riba yang diharamkan dalam islam, dan pengharamannya telah diputuskan melalui ayat Al-quran. Pembayaran ganti rugi yang mengikuti musibah yang belum pasti terjadi itu menjadikan perjanjian asuransi sebagai suatu pertaruhan. Dalam pertaruhan ini, premi yang telah dibayar akan dirampas seandainya tertanggung gagal untuk membayar kewajiban selanjutnya. Ini bertentangan dengan hukum islam.

Muhammad haroon baluchistani, dar alUlum al-islamiah (Universitas Islam), Tandu Allahyar, Pakistan
Kelihatannya, bayaran ganti rugi yang diberikan oleh perusahaan asuransi adalah nilai untuk kerugian harta yang telah musnah, tetapi pada hakikatnya uang itu adalah uang premi yang telah dibayarkan oleh tertanggung pada perusahaan tersebut secara bulanan atau tahunan. Tujuan perusahaan asuransi adalah mendapatkan uang premi. Ini jelas merupakan suatu perjudian karena dalam hal ini hak pemilikan bergantunmg pada terjadinya musibah. Jelaslah bahwa asuransi adalah riba karena tidak berwujud keadilan antara dua pihak sedangkan keadilan harus dilaksanakan. Riba dan perjudian adalah haram, oleh sebab itu asuransi juga haram. Asuransi jiwa atau asuransi anggota badan adalah penyuapan karena ganti rugi merupakan bayaran bagi sesuatu yang tidak dapat dinilai.

Wali Hasan, Sekolah Arab Islam, Kerachi, Pakistan
Setelah membicarakan masalah asuransi secara panjang lebar, dia lalu membuat keputusan bahwa asuransi adalah berlandaskan riba dan perjudian, oleh karena itu hukumnya haram.

Keputusan Panitia yang dibentuk oleh Ndwat al-Ulama, Lucknow, India
Dalam persidangan panitia ini yaitu pada tanggal 15 dan 16 desember, tahun 1965, setelah mempertimbangkan pendapat-pendapat ulama yang telah dikemukakan di atas tadi lalu mereka merumuskan sebagai berikut :
Dengan berpedoman kepada hukum islam, masalah asuransi banyak muncul dari sistem perniagannya. Oleh karena lazimnya dua pihak akan terlibat dalam urusan niaga maka ia boleh terjadi dalam dua keadaan yaitu :
kedua pihak adalah muslim. Dalam hal ini bentuk urusan niaga yang telah ditentukan dalam islam haruslah dipatuhi.
satu pihak muslim dan satu pihak lagi bukan muslim. Ada dua kemungkinan yang terjadi dalam bagian yang kedua ini yaitu apakah pihak muslim itu mempunyai kekuatan untuk menentukan urusan tersebut atau mungkin juga tidak. Seandainya dia mempunyai kuasa tersebut, dia dapat membuat peraturan yang sama seperti yang telah diterangkan sebelum ini. Tetapi jika tidak berkuasa dia dapat membuat beberapa syarat yaitu dengan berpedoman pada pendapat fuqaha islam yang membolehkan orang islam menyertai urusan niaga ini dalam keadaan-keadaan tertentu.
Masalah asuransi menurut pandangan panitia ini adalah seperti berikut, yaitu dalam bentuk apa pun, asuransi tidak terlepas dari kesalahan riba dan perjudian. Tetapi, mereka menafikan bahwa dalam islam ada perintah mengenai perlindungan ata nyawa dan harta. Terserah kepada umat islam untuk mematuhi hukum-hukum islam. Mengingat betapa asuransi telah menjadi perkara yang penting dalam kehidupan manusia sekarang, beberapa kesulitan timbul apabila kita hendak menyelenggarakan perniagaan tanpanya, khususnya keperluan untuk melindungi nyawa dan harta, dan kelihatannya umat islam memerlukan asuransi karena darurat.
Catatan:
darurat disini beararti bahaya kerugian yang tidak tertanggung oleh seseorang yang melibatkan nyawa, harta, atau tanggungannya. Penentuan apakah darurat atau tidak, bergantung pada pandangan orang yang menghadapi bahaya tersebut sebelum orang itu memastikannya, perlulah dia merujuk kepada ulama dan disertai dengan kesadaran akan tanggung jawab kepada Allah.

3.1.  Status Perjanjian Asuransi Modern Menurut Hukum Islam
Asas Penentuan
Syarat atau hukum Islam telah menentukan bahwa akhlak merupakan prinsip utama dalam perniagaan. Oleh sebab itu dalam perniagaan, usaha untuk menambah kekayaan dengan cara yang tidak adil, penipuan, membuat akad yangmenggantung dan menangguhkan penyerahan adalah dilarang. Pendek kata segala tindakan yang dapat menmbulkan pertikaian adalah dikutuk. Pihak mana pun yang menjadikan perkara yang tidak pasti sebagai dasar dalam pengurusan niaga mereka berarti mereka melakukan penipuan.
Bermula dari larangan terhadap permainan yang dapat mendatangkan bencana umpamanya permainan judi  (mysir) sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Quran, syarat Islam menegaskan bahwa seuatu aqad atau perjanjian yang dibuat oleh piak-pihak tertentu perlu dipstikan tidak ada kesamaran atau keraguan apa-apa.
Golongan modern beralasan bahwa hakikat perjanjian asuransi itu diadakan untuk menawarkn jaminan perlindungan untuk menghadapi kerugian akibat sesuatu bencana yang terjadi paa yang diasuransikan tanpa unsur pertambahan kekayaan yang hara kepada pihak manapun. Seandainya hujah mereka ini benar tentulah tidatimbul bantasan terhadap perjanjian tersebut. Oleh sebab itu, perlulah diteliti pakah penjamin perlindungan menghadapi kerugiaan yang dinamakan kafalat.
Menurut Islam, Kafalat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
Kafalat bagi manusia yang disebut kafalat al-nafs
Kafalat bagi harta yang disebut kafalat al mal.
Kata al-kafalat berasal dari al kifl yang berarti perhubungan atau pertambahan.
Dalam istilah Undang-Undang perkataan ini maksudnya adalah hubungan seseorang dengan orang lain dalam urusan membuat tuntutan. Perjanjian ini dinmakan kafalat karena pertambahan yang dilakukan ole seseorang untuk menjalankan tanggung jawabnya terhadap orang lain, untuk memenuhi sesuatu tuntutan. Hokum kafalat diambil dari ayat Al-quran yang artinya :  dan barang siapa yang dapat mengembalikan (piala minuman raja) akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya
Golongan modern menekankan persamaan di antara perjanjian kafalat dengan perjanjian asuransi dari segi jaminannya yang di taqlik kan pada sesuatu syarat. Memang benar bahwa dalam kafalat, jaminan bersyarat adalah salah, dalam keadaan perkara yang disyaratkan itu haruslah perkara yan dapat dipastika,bukan perkara yang tidak dapat dipastikan, seperti mensyaratkan sesuat dengan jika hujan turun atau jika angin bertiup.
Perjanjian Asuransi
Perjanjian asuransi adalah perjanjian jual-beli, tetapi aktivitas jual beli dalam Islam ada empat, yaitu :

Bay yaitu jual-beli barang tertentu dengan disebutkan harganya.
Muqayyadah (pertukaran) adalah arang tertentu yang dijual dengan pertukaran barang tertentu yang lain.
Sarf yaitu jual bel mata uang dengan mata uang.
Salam yaitu jul beli nilai uang untuk sesuatu barang pesanan tertentu.
Di tinjau dari hukum Islam tentang aktifitas jual-beli, perjanjian ini termasuk dalam bagian aqd sarf yaitu pertukaran nilai uang dengan nilai uangyang menggunakan kaidah riba (riba ala ayad) yaitu bukan saja disyaratkan nilainya harus sama, malahan juga kedu pihak saling menyerahkan uang pada masa perjanjian dibuat.. kedua pihk harus mematuhi persyaratan ini, jika sebaliknya yakni seperti yang dilakukan dalam perjanjian asuransi, maka hukumnya haram.
Lampiran : Kutipan Polis Asuransi
Polis (Jiwa)
Polis ini dikeluarkan oleh Perusahaan Asuransi Terbatas, diakui dan disahkan bahwa balasan premi dibayar kepada Perusahaan seperti yang telah tertera. Jika nyawa yang I asuransikan adalah si penerima dan dia akan membunuh dirinya sendiri dalam tempo satu tahun dari tahun polis, semua uang yang dapat di bayar untuk bunga kepdanya seperti yang di nyataka dalam polis ini akan lepas haknya dan akan dimiliki perusahaan, tetapi syarat ini tidak akan mempengaruhi kepentingan atau ha katas uang pihak lain yang memperolehnya dengan bona fide dan penggantian yang bernilai.
Polis (perusahaan) (kebakaran)
Sebagai balasan bagi peserta yng namanya disebut dalam tabel pada polis ini membayar kepada Perusahaan Terbatas  . pihak perusahaan setuju (tunduk kepda syarat-syarat yang terkandung atau yang diturunkan dengan cara apa saja dan syarat-syarat demikin itu hanya sifat atau bentuk masing-asing yang membenarkan dianggap sebagai syarat terdaulu (condition precedent pada ahak yang ada pada pesrta untuk menuntut dan memperolehnya atas polis ini) bahwa seandainya setelah pembayaran premi tersebut harta yang di asuransikan sebagaimanayang disebut dan dicantumkan atau bagian mana saja yang hancur atau rusak oleh :
Api atau kebakaran (apakah disebabkan oleh ledakan atau kebaliknya). Yang tidak dilakukan oleh atau terjadi melalui:
Proses fermentasinya sendiri secara spontan atau menjalani proses yang melibatkan penggunaan benda yang panas.
Gempa bumi, api bawah tanah, kerusuhan, peperangan, penyerangan oleh pihak asing, perbuatan yang dilakukan oleh musuh, pertempuran dan lain-lain.
Kilat/ petir
Ledakan, yang tidak terjadi oleh atau terjadi melalui bahaya yang disebutkan dalam perperangan  (poin 1 (b) di atas).

4.1. Asuransi Bersama
Tinjauan Masa Lalu Dan Prospek Asuransi Di Masa Yang Akan Datang
Asuransi bersama berawal pada waktu lampau yang bersumber dari naluri sosial dan naluri bersama manusia yang dari waktu ke waktu telah mendorong setiap individu untuk bekerja sama dan memenuhi kepentingan bersama. Memang disadari adanya perbedaan pendapat tentang permulaan asuransi bersama. Berdasarkan pendapat Manes, hal ini dapat diketahui di Jerman yaitu pada abad ke- 15 dan ke- 16. Pada masa itu rasa bersama mulai dibentuk untuk menjamin kepentingan bersama dalam menghadapi wabah penyakit atau menghadapi bahaya kebakaran dan selanjutnya dalam menghadapi kematian atau sakit yang menimpa orang yang mencari nafkah untuk anggota keluarga.  Asuransi sosial mulai diwajibkan di Jerman pada awal abad ke- 18 (Feuerkassen) sebagai asuransi untuk kebakaran setelah itu untuk  ternak lembu dan asuransi bencana salju. Sebaliknya, Gierke berpendapat asuransi sosial sebenarnya berawal dan berakhir pada abad ke- 15. Beliau menyatakan hanya pada abad ke 18 (1726) persatuan asuransi bersama yang pertama yang bebas dilembagakan di Wurtemberg. Sedangkan Schmoller berpendapatan persatuan koperasi (asuransi bersama yang pertama) bukanlah asuransi perternakan lembu tetapi asuransi kebakaran dikota. Pendapatan ini bedasarkan bukting tentang adanya beberapa persatuan yang dilembagakan oleh orang-orang  yang mempunyai rumah di London dan Paris pada awal tahun 1530 dan 1545.
Semakin lama lembaga lembaga ini berkembang  hingga sekarang. Lembaga-lembaga ini mempunyai ruang lingkup yang luas dan ukuran yang luas hingga tersebar  keseluruh eropa.
Lembaga-lembaga ini dikelaskan berdasarkan kepada lembaga besar dan lembaga kecil, berdasarkan status sosial anggota masing-masing. Lembaga-lembaga yang besar telah mencapai keberhasilannya yang luar biasa dijerman. Metode pembayaran dibagi menjadi dua kelas: taksiran bersama dan premi awal bersama. Sedangkan jumlah pembayaran yang disetujui dalam bentuk pembayaran awal, dalam kasus kematian, sakit, pengangguran atau sesuatu kejadian yang menimpa anggotanya.
Dalam institusi asuransi bersana tertanggung dengan sendirinya menjadi sebagai penanggung asuransi. Sifat pertama bagi asuransi adalah Dalam institusi tidak ada saham modal dan tidak ada kepentingan orang tertentu yang mempunyai hak milik terhadap institusi. Sifat kedua bagi asuransi adalah tidak bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Dalam asuransi ini juga tidak ada modal saham dan tidak ada pembagian deviden. Pendapatannya digunakan untuk membiayai biaya pengurusan dan untuk membayar berbagai faedah. Jika ada suatu kelebihan, makakelebihan itu diberikan kepada pemegang polis menurut kadar tertentu sebagai bonus. Sifat ketiga bagi asuransi bersama adalah tertanggung menghubungkan dirinya dengan kepentingan institusi bersama dan menjadikan dirinya bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan institusi.

Asuransi Bersama Berdasarkan Hukum Islam
Lembaga-lembaga asuransi di dunia modern sekarang tidak sesuai dengan sifat-sifat hukum Islam karena lembaga-lembaga itu dilaksanakan berdasarkan prinsip premi tetap dan polis tetap. Hakikatnya ini sama dengan prinsip menentukan resiko terlebih dahulu, seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan saham yang ditentang oleh Islam karena lembaga atau perusahaan demikian melakukan spekulasi. Institusi asuransi bersama yang sebenarnya selaras dengan ruh hukum Islam, tetapi institusi tersebut dikritik oleh sebagian orang karena tidak mantap, tidak mempunyai kekuatan untuk terus eksis dan berfungsi. Ini bukanlah kekurangan yang besar yang tidak dapat diperbaiki karena kekuatan itu dapat dibangun dengan adanya kesadaran tanggung jawab semua anggota. Oleh karena itu, lembaga bersama, mungkin dapat dilembagakan berdasarkan prinsip penaksiran,  setiap anggota membayar sejumlah pembayaran yang disetujui atau tanggungan menurut nilai harta yang diasuransikan sebagai sumbangan pertama, selanjutnya pembayaran berikutnya akan dijelaskan menurut kadar sumbangan pertama, untuk mengatasi kemungkinan kerugian melebihi jumlah keseluruhan (sumbangan pertama). Seandainya menurut neraca tahunan, kerugian yang dialami tidak melebihi tanggungan yang dikutip dan masih terdapat kelebihan, maka sejumlah kelebihan tersebut dikembalikan kepada anggotanya.












BAB III
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Perjanjian asuransi modern telah ditentang oleh ulama atau cendikiawan Islam dengan beberapa alasan. Pada umumnya alasan penentangan para ulama itu adalah;
Asuransi adalah perjanjian pertaruhan
Asuransi merupakan perjanjian semata-mata
Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti
Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk meremehkan iradah Allah
2. golongan modern tetap mempertahankan asuransi. Alasan-alasannya:
Asuransi bukan merupakan perjudian dan bukan juga pertaruhan karena asuransi berdasarkan konsep kepentingan bersama
Ketidakpastian dalam perniagaan dilarang oleh Islam karena perbuatan itu dapat menimbulkan perselisihan. Namun dapat dikatakan bahwa asuransi adalah sesuatu yang pasti, lebih-lebih lagi apabila disertai dengan ganti rugi yang telah ditentukan.
Asuransi jiwa bukanlah satu rancangan untuk mengatasi kekuasaan Tuhan karena pihak asuransi tidak menentukan bahwa sesuatu perkara yang belum terjadi itu pasti akan terjadi, tetapi ia hanya membayar ganti rugi kepada tertanggung yang menghadapi kemalangan atau kerugian tertentu.
Kekaburan pengetahuan terhadap pembayaran angsuran dalam asuransi jiwa sedikit pun tidak menimbulkan prasangka pada pihak mana pun karena jumlah untuk setiap kali pembayaran angsuran dan jumlah setelah kesema bayaran diselesaikan akan diberitahukan.
Penentangan terhadap riba dalam asuransi jiwa dianggap kecil saja karena pihak tertanggung dapat memilih untuk menolak pembayaran ganti rugi yang lebih dari pembayaran angsurannya

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Muslehuddin, Asuransi Dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005).
Darmawati, Herman, Manajemen Asuransi ,(Jakarta: Bumi Aksara, 2004).
Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam,(Jakarta: Kencana, 2004)

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Kewirausahaan: BISNIS KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Bisnis keluarga merupakan salah satu bentuk bisnis yang melibatkan sebagian anggota keluarga di dalam kepemilikan atau operasi bisnis. Family business juga merupakan salah satu jalan untuk mempertahankan keharmonisan rumah tangga, akan tetapi terkadang juga kebanyakan orang mengambil family business ini sebagai salah satu lembah kehancuran rumah tangga. Akan tetapi kalau dicermati dengan baik dan bisa mamanej dengan efektif dan efesien, maka hubungan rumah tangga akan terjalin dengan rasa kasih sayang dan penuh ketenteraman, bersama orang yang kita kasihi. Dalam Family business yang terlibat di dalamnya juga, tidak serta merta akan meninggalkan tanggung jawab yang telah dipikulnya sesuai dengan kaidah- Terkadang banyak orang yang meninggalkan keluarganya sendiri, karena sudah tergoda denga n racun duniawi; yakni berbisnis, yang tidak pernah mengenal batas dan waktu, sehingga keluarga dilantarkan dengan begitu saja tanp...

MAKALAH PERAN DAN FUNGSI NEGARA DALAM EKONOMI ISLAM

Sebelum membaca blog ini Jangan lupa klik iklan di atas ya. Mana tau bermanfaat. Karna iklan yang di sajikan di blig ini bukan spam tapi iklan iklan yg sedang diperlukan pembaca online. MAKALAH  PERAN DAN FUNGSI NEGARA DALAM EKONOMI ISLAM BAB I PENDAHULUAN Islam memiliki konsep negara, pemerintahan dan kesejahteraan ekonomi yang komprehensif.  Dalam Islam institusi negara tidak lepas dari konsep kolektif yang ada dalam landasan moral dan syariah Islam . Konsep ukhuwah, konsep tausiyah, dan konsep khalifah merupakan landasan pembangunan institusi Islam yang berbentuk Negara. Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa agama adalah pondasi atau asas, sementara kekuasaan, dalam hal ini Negara, adalah penjaga pondasi atau asas tadi. Sehingga ada hubungan yang saling menguntungkan dan menguatkan (simbiosis mutualisme). Di satu sisi agama menjadi pondasi bagi Negara untuk berbuat bagi rakyatnya menuju kesejahteraan. Sementara Negara menjadi alat bagi...

MAKALAH SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pelaksanaan program pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, diantaranya, perlu disertai dengan upaya pengelolaan keuangan negara secara optimal. Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan efisiensi dalam pengelolaan aset negara dan pengembangan sumber pembiayaan anggaran negara, guna meningkatkan daya dukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menggerakkan pembangunan sektor ekonomi secara berkesinambungan. Pengembangan berbagai alternatif instrumen pembiayaan anggaran  negara, khususnya yang berdasarkan prinsip syariah, guna memobilisasi dana publik secara luas perlu dilaksanakan. Pengembangan Instrumen pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut dipandang sangat penting sebagai wujud untuk memperkuat dan meningkatkan peran sistem keuangan berbasis syariah di dalam negeri, memperluas basis pembiayaan anggaran negara, menciptakan benchmark instrumen keuangan syariah, ba...